Selasa, 26 Mei 2020

CERITA SEJARAH


Tahukah kalian bagaimana Indonesia tercinta ini terbentuk?
Dari mana kita bisa mengetahui proses berdirinya negara kita?
Dari sejarah bukan?
Mari kita cermati tulisan berikut.

Gajah Mada, Pangeran Diponegoro, Soekarno & B.J. Habibie
Novel sejarah merupakan  sebuah genre yang penting dan  sering ditulis di  negara-negara Barat. Negara-negara tersebut menanamkan pentingnya sejarah dalam pendidikan. Novel sejarah membantu  memperkenalkan dan mengakrabkan suatu masyarakat pada masa lalu bangsanya. Dengan demikian, pendidikan dalam novel dapat menanamkan akar pada bangsanya.
Novel sejarah Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer

Seorang sastrawan yang sering kali menggunakan fakta-fakta sejarah sebagai latar untuk mengisahkan tokoh-tokoh fiksinya bermaksud untuk mengisahkan kembali seorang tokoh sejarah dalam berbagai dimensi kehidupannya, seperti emosi pribadi tokoh, tragedi yang menimpanya, kehidupan keluarga dan masyarakat, serta pandangan politiknya. Misalnya, novel Roro Mendut versi Mangunwijaya dan versi Ajip Rosidi; Bumi Manusia, Jejak Langkah,  Anak  Segala Bangsa, dan  Rumah  Kaca karya Pramoedya Ananta Toer; Kuantar ke Gerbang karya Ramadhan K.H. yang mengisahkan kehidupan Soekarno ketika menjalin rumah tangga dengan lnggit Garnasih; Novel Pangeran DiponegoroMenggagas Ratu Adil karya Remy Silado. Contoh lain novel The da Vinci Code karya Dan Brown.

Novel sejarah Soekarno karya Ramadhan K.H.

Novel Sejarah

Novel sejarah adalah novel yang di dalamnya menjelaskan dan menceritakan  tentang fakta kejadian masa lalu yang menjadi asal-muasal atau latar belakang terjadinya sesuatu yang memiliki nilai kesejarahan, bisa bersifat naratif atau deskriptif. Novel sejarah termasuk dalam teks naratif jika disajikan dengan menggunakan urutan peristiwa dan urutan waktu. Namun, jika novel sejarah disajikan secara simbolisasi verbal, novel tergolong ke dalam teks deskriptif.

Novel sejarah  dapat  dikategorikan  sebagai novel ulang (rekon) yang terdiri atas:
  1. Rekon pribadi adalah novel yang memuat kejadian dan penulisnya terlibat secara langsung.
  2. Rekon faktual/informasional yang memuat kejadian faktual (contoh: eksperimen ilmiah, laporan polisi, dll.) 
  3. Rekon imajinatif adalah novel yang memuat kisah faktual yang dikhayalkan dan diceritakan secara lebih rinci.

Berdasarkan  penjelasan itu, novel sejarah tergolong ke dalam  rekon imajinatif. Artinya,  novel tersebut  didasarkan  atas fakta-fakta sejarah  yang kemudian dikisahkan kembali dengan sudut pandang lain yang tidak muncul dalam fakta sejarah, misalnya, kegemaran, emosi, dan keluarga.

Simaklah kutipan novel sejarah berjudul Kemelut di Majapahit karya SH Mintardja di tautan berikut ini.



Setelah itu, pahami tentang strukturnya yang terdiri dari:orientasi, pengungkapan peristiwa, rising action, komplikasi, evaluasi/resolusi, dan koda.
  1. Pengenalan situasi cerita (exposition, orientasi) tentang setting waktu, tempat, maupun peristiwa, mengenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antartokoh.
  2. Pengungkapan peristiwa menyajikan  peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran bagi para tokohnya.
  3. Menuju konflik (rising action), di bagian ini terjadi peningkatan perhatian, kegembiraan, kehebohan, atau keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan meningkatnya masalah yang dialami tokoh.
  4. Puncak konflik (turning point, komplikasi) merupakan klimaks mengenai perubahan nasib beberapa tokohnya, berhasilkah tokoh menyelesaikan masalahnya atau gagal.
  5. Penyelesaian (evaluasi, resolusi) sebagai akhir cerita berisi penjelasan tentang sikap ataupun akhir nasib yang dialami tokohnya.
  6. Koda berupa komentar terhadap keseluruhan isi cerita, yang fungsinya sebagai penutup  namun bagian ini bersifat relatif.

Kaidah Kebahasaan

Menggunakan banyak kalimat bermakna lampau.
Contoh:
  1. Prajurit-prajurit yang telah diperintahkan membersihkan gedung bekas asrama telah menyelesaikan tugasnya.
  2. Dalam banyak  hal,  Gajah  Mada  bahkan   sering   mengemukakan pendapat-pendapat yang tidak terduga dan membuat siapa pun yang mendengar  akan  terperangah, apalagi bila  Gajah  Mada  berada  di tempat berseberangan  yang melawan arus atau pendapat  umum  dan ternyata Gajah Mada terbukti berada di pihak yang benar.

Menggunakan  konjungsi kronologis/temporal, seperti:  sejak saat itu,  setelah itu, mula  mula, kemudian.
Contoh:
     Setelah juara gulat itu pergi Sang Adipati bangkit dan berjalan tenang­ masuk ke kadipaten."Sejak sekarang kau sudah boleh membuat rancangan yang harus kaulakukan, Gagak Bongol. Sementara itu, di mana pencandian akan dilakukan ..."

Menggunakan kata kerja material yang menggambarkan suatu tindakan
Contoh: 
     Di depan Ratu Biksuni Gayatri yang berdiri, Sri Gitarja duduk bersimpuh. Emban tua itu melanjutkan tugasnya, kali ini untuk Sekar Kedaton Dyah Wiyat yang terlihat lebih tegar dari kakaknya, atau boleh jadi merupakan penampakan dari isi hatinya yang tidak bisa menerima dengan tulus pernikahan itu. Ketika para Ibu Ratu menangis yang menulari siapa pun untuk  menangis, Dyah Wiyat sama sekali tidak  menitikkan air  mata. Manakala menatap segenap wajah yang hadir di ruangan itu, yang hadir dan melekat di benaknya justru wajah Rakrian Tanca. Ayunan tangan Gajah Mada yang menggenggam keris ke dada prajurit tampan itu masih terbayang melekat di kelopak matanya.

Menggunakan banyak kata kerja yang menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarang,misalnya: mengatakan bahwa, menceritakan tentang, menurut, mengungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan
Contoh:
  1. Menurut Sang Patih, Galeng telah periksa seluruh kamar Syahbandar dan ia telah melihat banyak botol dan benda-benda yang ia tak tahu ...
  2. Riung Samudera menyatakan bahwa ia masih bingung dengan semua penjelasan Kendit Galih tentang masalah itu. 

Menggunakan kata kerja mental, misalnya: merasakan, menginginkan, mengharapkan, mendambakan, menganggap.
Contoh:
  1. Gajah Mada sependapat dengan jalan pikiran Senopati Gajah Enggon.
  2. Melihat itu, tak seorang pun yang menolak karena semua berpikir Patih Daha Gajah Mada memang mampu dan layak berada di tempat yang sekarang ia pegang.

Menggunakan banyak dialog. Hal ini ditunjukkan oieh tanda petik ganda
("...") dan kata kerja yang menunjukkan tuturan Iangsung.
        Contoh:
     "Mana surat itu?"
     "Ampun, Gusti Adipati, patik takut maka patik bakar"
     "Surat apa, Nyi Gede, lontar ataukah kertas?"

Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh,  tempat, atau suasana.
Contoh:
Gajah Mada mempersiapkan diri sebelum berbicara dan menebar pandangan mata  menyapu wajah  semua pimpinan prajurit, pimpinan dari satuan masing-masing. Dari apa yang terjadi itu terlihat betapa besar wibawa Gajah Mada, bahkan beberapa prajurit harus mengakui wibawa yang dimiliki Gajah Mada jauh lebih besar dari wibawa Jayanegara. Sri Jayanegara masih bisa diajak bercanda, tetapi tidak dengan Patih Daha Gajah Mada, sang pemilik wajah yang amat beku itu.

Makna kias digunakan penulis untuk membangkitkan imajinasi pembaca serta memperindah cerita.
Contoh:
  1. Di antara para Ibu Ratu yang terpukul hatinya, hanya Ibu Ratu Rajapatni Biksuni Gayatri yang bisa berpikir sangat tenang.terpukul hatinya = sangat sedih.
  2. Mampukah Cakradara menjadi tulang punggung mendampingi istrinya menyelenggarakan pemerintahan?  tulang punggung = sandaran, sumber kekuatan. 
  3. Di sebelahnya, Gajah Mada membeku. membeku = diam saja.

Menggunakan kata, ungkapan, atau peribahasa baik yang berbahasa daerah maupun berbahasa Indonesia untuk memperkuat latar waktu dan tempat.
Contoh:
     Hidup rakyat Majapahit boleh dikata gemah ripah loh jinawi kerta tata raharja, hukum ditegakkan, keamanan negara dijaga menjadikan siapa pun merasa tenang dan tenteram hidup di bawah panji gula kelapa. 
Peribahasa gemah ripah loh jinawi kerta tata raharja merupakan peribahasa Jawa, yang artinya hidup makmur aman tenteram.

Nilai-Nilai dalam Novel Sejarah
  1. Nilai budaya merupakan nilai yang berhubungan dengan budaya/tradisi yang berlaku di masyarakat, misalnya ajaran untuk hidup tenang.
  2. Nilai moral/etika yang dapat memberikan ajaran terkait dengan moral, misalnya takut membela kebenaran sama buruknya dengan kejahatan.
  3. Nilai agama adalah nilai yang berkaitan dengan nilai-nilai agama,misalnya: sembahyang, berdoa.
  4. Nilai sosial yaitu nilai yang berkaitan dengan tata pergaulan antara individu dalam masyarakat.
  5. Nilai estetis merupakan nilai yang berkaitan dengan keindahan struktur pembangun cerita, fakta, maupun teknik penyajian cerita.


Kaitan Nilai- Nilai Sejarah dengan Kehidupan

Melalui novel, misalnya, model kehidupan dengan menampilkan tokoh-tokoh cerita sebagai pelaku kehidupan menjadi representasi dari budaya masyarakat (bangsa). Tokoh-tokoh cerita adalah tokoh-tokoh yang bersifat, bersikap, dan berwatak. Kita dapat belajar dan memahami tentang berbagai aspek kehidupan melalui pemeranan  oleh tokoh tersebut, termasuk  berbagai motivasi yang dilatari oleh keadaan sosial budaya tokoh itu.

Hubungan yang terbangun antara pembaca dengan dunia cerita dalam sastra adalah hubungan personal. Hubungan demikian akan berdampak kepada terbangunnya daya kritis, daya imajinasi, dan rasa estetis.

Melalui sastra, kamu tidak hanya belajar budaya konseptual dan intelektualistis, melainkan dihadapkan  kepada situasi atau model kehidupan  konkret. Sastra dapat  dipandang sebagai budaya dalam tindak (culture in action), dan membaca sastra Indonesia, misalnya, berarti mempelajari kehidupan bangsa Indonesia.

Nah...bila kita menghargai, menghormati para pahlawan dan pendiri bangsa, ayo kita baca cerita sejarah dan pelajari serta terapkan nilai-nilai unggulnya dalam keseharian kita.







0 komentar:

Posting Komentar