Tahukah
kalian bagaimana Indonesia tercinta ini terbentuk?
Dari mana
kita bisa mengetahui proses berdirinya negara kita?
Dari sejarah
bukan?
Mari kita
cermati tulisan berikut.
![]() |
Gajah Mada, Pangeran Diponegoro, Soekarno & B.J. Habibie
|
![]() |
| Novel sejarah Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer |
Seorang
sastrawan yang sering kali menggunakan fakta-fakta sejarah sebagai latar
untuk mengisahkan tokoh-tokoh fiksinya bermaksud untuk mengisahkan kembali
seorang tokoh sejarah dalam berbagai dimensi kehidupannya, seperti emosi
pribadi tokoh, tragedi yang menimpanya, kehidupan keluarga dan masyarakat,
serta pandangan politiknya. Misalnya, novel Roro Mendut versi
Mangunwijaya dan versi Ajip Rosidi; Bumi Manusia, Jejak Langkah,
Anak Segala Bangsa, dan Rumah Kaca karya
Pramoedya Ananta Toer; Kuantar ke Gerbang karya Ramadhan K.H.
yang mengisahkan kehidupan Soekarno ketika menjalin rumah tangga dengan lnggit
Garnasih; Novel Pangeran Diponegoro: Menggagas Ratu
Adil karya Remy Silado. Contoh lain novel The da Vinci Code karya
Dan Brown.
![]() |
| Novel sejarah Soekarno karya Ramadhan K.H. |
Novel
Sejarah
Novel
sejarah adalah novel yang di dalamnya menjelaskan dan
menceritakan tentang fakta kejadian masa lalu yang menjadi
asal-muasal atau latar belakang terjadinya sesuatu yang memiliki nilai
kesejarahan, bisa bersifat naratif atau deskriptif. Novel sejarah termasuk
dalam teks naratif jika disajikan dengan menggunakan urutan peristiwa dan
urutan waktu. Namun, jika novel sejarah disajikan secara simbolisasi verbal,
novel tergolong ke dalam teks deskriptif.
Novel
sejarah dapat dikategorikan sebagai novel ulang
(rekon) yang terdiri atas:
- Rekon pribadi adalah novel yang
memuat kejadian dan penulisnya terlibat secara langsung.
- Rekon faktual/informasional
yang memuat kejadian faktual (contoh: eksperimen ilmiah, laporan polisi,
dll.)
- Rekon imajinatif adalah novel
yang memuat kisah faktual yang dikhayalkan dan diceritakan secara lebih
rinci.
Berdasarkan penjelasan
itu, novel sejarah tergolong ke dalam rekon imajinatif.
Artinya, novel tersebut didasarkan atas
fakta-fakta sejarah yang kemudian dikisahkan kembali dengan sudut
pandang lain yang tidak muncul dalam fakta sejarah, misalnya, kegemaran, emosi,
dan keluarga.
Simaklah kutipan novel sejarah berjudul Kemelut di Majapahit karya SH Mintardja di tautan berikut ini.
Setelah itu,
pahami tentang strukturnya yang terdiri dari:orientasi, pengungkapan
peristiwa, rising action, komplikasi, evaluasi/resolusi, dan koda.
- Pengenalan situasi cerita (exposition, orientasi) tentang setting waktu, tempat, maupun peristiwa, mengenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antartokoh.
- Pengungkapan peristiwa menyajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran bagi para tokohnya.
- Menuju konflik (rising action), di bagian ini terjadi peningkatan perhatian, kegembiraan, kehebohan, atau keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan meningkatnya masalah yang dialami tokoh.
- Puncak konflik (turning point, komplikasi) merupakan klimaks mengenai perubahan nasib beberapa tokohnya, berhasilkah tokoh menyelesaikan masalahnya atau gagal.
- Penyelesaian (evaluasi, resolusi) sebagai akhir cerita berisi penjelasan tentang sikap ataupun akhir nasib yang dialami tokohnya.
- Koda berupa komentar terhadap keseluruhan isi cerita, yang fungsinya sebagai penutup namun bagian ini bersifat relatif.
Kaidah Kebahasaan
Menggunakan banyak kalimat bermakna
lampau.
Contoh:
- Prajurit-prajurit yang telah diperintahkan membersihkan gedung bekas asrama telah menyelesaikan tugasnya.
- Dalam banyak hal, Gajah Mada bahkan sering mengemukakan pendapat-pendapat yang tidak terduga dan membuat siapa pun yang mendengar akan terperangah, apalagi bila Gajah Mada berada di tempat berseberangan yang melawan arus atau pendapat umum dan ternyata Gajah Mada terbukti berada di pihak yang benar.
Menggunakan
konjungsi kronologis/temporal, seperti: sejak saat itu, setelah
itu, mula mula, kemudian.
Contoh:
Setelah juara gulat itu pergi Sang Adipati
bangkit dan berjalan tenang masuk ke kadipaten."Sejak sekarang kau sudah
boleh membuat rancangan yang harus kaulakukan, Gagak Bongol. Sementara itu, di
mana pencandian akan dilakukan ..."
Menggunakan kata kerja material yang
menggambarkan suatu tindakan
Contoh:
Di depan Ratu Biksuni Gayatri yang
berdiri, Sri Gitarja duduk bersimpuh. Emban tua itu melanjutkan tugasnya,
kali ini untuk Sekar Kedaton Dyah Wiyat yang terlihat lebih tegar dari
kakaknya, atau boleh jadi merupakan penampakan dari isi hatinya yang tidak bisa
menerima dengan tulus pernikahan itu. Ketika para Ibu Ratu menangis yang
menulari siapa pun untuk menangis, Dyah Wiyat sama sekali
tidak menitikkan air mata. Manakala menatap segenap
wajah yang hadir di ruangan itu, yang hadir dan melekat di benaknya justru
wajah Rakrian Tanca. Ayunan tangan Gajah Mada yang menggenggam keris
ke dada prajurit tampan itu masih terbayang melekat di kelopak
matanya.
Menggunakan banyak kata kerja yang
menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara menceritakan tuturan seorang
tokoh oleh pengarang,misalnya: mengatakan bahwa, menceritakan tentang, menurut,
mengungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan
Contoh:
- Menurut Sang Patih, Galeng telah periksa seluruh kamar Syahbandar dan ia telah melihat banyak botol dan benda-benda yang ia tak tahu ...
- Riung Samudera menyatakan bahwa ia masih bingung dengan semua penjelasan Kendit Galih tentang masalah itu.
Menggunakan kata kerja mental, misalnya:
merasakan, menginginkan, mengharapkan, mendambakan, menganggap.
Contoh:
- Gajah Mada sependapat dengan jalan pikiran Senopati Gajah Enggon.
- Melihat itu, tak seorang pun yang menolak karena semua berpikir Patih Daha Gajah Mada memang mampu dan layak berada di tempat yang sekarang ia pegang.
Menggunakan banyak dialog. Hal ini
ditunjukkan oieh tanda petik ganda
("...") dan kata kerja
yang menunjukkan tuturan Iangsung.
Contoh:
"Mana surat itu?"
"Ampun,
Gusti Adipati, patik takut maka patik bakar"
"Surat
apa, Nyi Gede, lontar ataukah kertas?"
Menggunakan kata-kata sifat (descriptive
language) untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau suasana.
Contoh:
Gajah Mada
mempersiapkan diri sebelum berbicara dan menebar pandangan
mata menyapu wajah semua pimpinan prajurit, pimpinan dari
satuan masing-masing. Dari apa yang terjadi itu terlihat betapa besar wibawa
Gajah Mada, bahkan beberapa prajurit harus mengakui wibawa yang dimiliki Gajah
Mada jauh lebih besar dari wibawa Jayanegara. Sri Jayanegara masih bisa diajak
bercanda, tetapi tidak dengan Patih Daha Gajah Mada, sang pemilik wajah yang
amat beku itu.
Makna kias digunakan penulis untuk
membangkitkan imajinasi pembaca serta memperindah cerita.
Contoh:
- Di antara para Ibu Ratu yang terpukul hatinya, hanya Ibu Ratu Rajapatni Biksuni Gayatri yang bisa berpikir sangat tenang.terpukul hatinya = sangat sedih.
- Mampukah Cakradara menjadi tulang punggung mendampingi istrinya menyelenggarakan pemerintahan? tulang punggung = sandaran, sumber kekuatan.
- Di sebelahnya, Gajah Mada membeku. membeku = diam saja.
Menggunakan kata, ungkapan, atau
peribahasa baik yang berbahasa daerah maupun berbahasa Indonesia untuk
memperkuat latar waktu dan tempat.
Contoh:
Hidup rakyat Majapahit boleh
dikata gemah ripah loh jinawi kerta tata raharja, hukum ditegakkan,
keamanan negara dijaga menjadikan siapa pun merasa tenang dan tenteram hidup di
bawah panji gula kelapa.
Peribahasa gemah ripah loh jinawi kerta tata
raharja merupakan peribahasa Jawa, yang artinya hidup makmur aman
tenteram.
Nilai-Nilai dalam Novel Sejarah
- Nilai budaya merupakan nilai yang berhubungan dengan budaya/tradisi yang berlaku di masyarakat, misalnya ajaran untuk hidup tenang.
- Nilai moral/etika yang dapat memberikan ajaran terkait dengan moral, misalnya takut membela kebenaran sama buruknya dengan kejahatan.
- Nilai agama adalah nilai yang berkaitan dengan nilai-nilai agama,misalnya: sembahyang, berdoa.
- Nilai sosial yaitu nilai yang berkaitan dengan tata pergaulan antara individu dalam masyarakat.
- Nilai estetis merupakan nilai yang berkaitan dengan keindahan struktur pembangun cerita, fakta, maupun teknik penyajian cerita.
Kaitan Nilai- Nilai Sejarah dengan
Kehidupan
Melalui novel, misalnya, model
kehidupan dengan menampilkan tokoh-tokoh cerita sebagai pelaku kehidupan
menjadi representasi dari budaya masyarakat (bangsa). Tokoh-tokoh cerita adalah
tokoh-tokoh yang bersifat, bersikap, dan berwatak. Kita dapat belajar dan
memahami tentang berbagai aspek kehidupan melalui pemeranan oleh
tokoh tersebut, termasuk berbagai motivasi yang dilatari oleh
keadaan sosial budaya tokoh itu.
Hubungan yang terbangun antara
pembaca dengan dunia cerita dalam sastra adalah hubungan personal. Hubungan
demikian akan berdampak kepada terbangunnya daya kritis, daya imajinasi, dan
rasa estetis.
Melalui sastra, kamu tidak hanya
belajar budaya konseptual dan intelektualistis, melainkan
dihadapkan kepada situasi atau model kehidupan konkret.
Sastra dapat dipandang sebagai budaya dalam tindak (culture in
action), dan membaca sastra Indonesia, misalnya, berarti mempelajari
kehidupan bangsa Indonesia.
Nah...bila kita menghargai,
menghormati para pahlawan dan pendiri bangsa, ayo kita baca cerita sejarah dan
pelajari serta terapkan nilai-nilai unggulnya dalam keseharian kita.










0 komentar:
Posting Komentar